Mikroba Patogen
Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit asal dan melalui pangan (foodborne disease) dan kejadian-kejadian pencemaran pangan terjadi di berbagai negara, tidak hanya di negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Hal inilah yang menarik perhatian dunia internasional. Penyakit-penyakit yang berasal dari pangan diperkirakan menimpa satu dari tiga orang di negara maju. Di negara sedang berkembang, penyakit diare diperkirakan merupakan penyebab kematian utama sebanyak 2.2 juta anak. Penyakit ini memberi kontribusi yang nyata pada masalah kekurangan gizi dan respon kekebalan yang tertekan yang umum dialami anak-anak di negara berkembang. Penyakit-penyakit diare yang timbul terutama disebabkan oleh patogen asal pangan dan asal air (waterborne), dengan penyebab yang dipindahkan melalui pangan mencapai 70%.
Bahaya dalam pangan dapat dikategorikan dalam tiga golongan yaitu bahaya fisik berupa kontaminasi pangan oleh kotoran-kotoran seperti batu, kerikil, potongan logam dan potongan tubuh serangga, bahaya kimia seperti kontaminasi pangan oleh logam berat dan residu pestisida, dan bahaya biologi yang contohnya kontaminasi oleh mikroba patogen. Berikut ini akan diuraikan bahaya mikrobiologis pada pangan.
Bacillus cereus
Bacillus-cereus
Keracunan pangan yang diakibatkan oleh Bacillus sp ditunjukkan dari gejala diare, kejang (kram) perut, dan muntah. Bakteri yang telah diisolasi dari baso adalah B. peptonificans yang menyerupai B. cereus. B. cereus menyebabkan dua jenis penyakit yang dibedakan atas waktu timbulnya gejala dan sindroma penyakit. Penyakit pertama, waktu timbulnya gejala penyakit relatif lambat dengan sindroma diare, sedangkan pada penyakit yang kedua, gejala cepat timbul dengan sindroma emetik.
Bacillus merupakan bakteri Gram-positif, aerobik, batang pembentuk spora, kadang-kadang memperlihatkan reaksi Gram-negatif. B. cereus merupakan bakteri x 3.0 – 5.0 fakultatif anaerob dengan ukuran sel-sel vegetatif sekitar 1.0 dalam bentuk rantai. Sebagian galur bersifat psikrotrofik (tumbuh pada 4-5oC) tetapi tidak pada 30-35oC. Galur lain bersifat mesofilik dan dapat tumbuh antara 15 oC dan 50 atau 55 oC, sedangkan suhu optimum pertumbuhan berkisar: 30 - 40 oC. Umumnya tidak tumbuh pada pH 4.8 dalam media yang diasamkan dengan HCl atau pH 5.6 dalam media yang diasamkan dengan asam laktat. Tidak akan tumbuh pada aw 0.92 – 0.93 dengan NaCl sebagai humektan. Asam sorbat 0.26% pada pH 5.5 dan kalium sorbat 0.39% pada pH 6.6 menghambat pertumbuhannya. Penambahan 0.2% kalsium propionat pada adonan roti dapat menghambat germinasi organisme. Makanan yang akan disimpan harus didinginkan dengan cepat sampai suhu <10oC yang mencegah pertumbuhan B. cereus. Makanan yang akan disimpan panas, harus dipertahankan suhunya di atas 60oC.
Bacillus anthracis
Bacillus-anthracis
Genus Bacillus terdiri dari banyak jenis, mereka bisa membentuk spora dan bersifat aerobik. Jenis bakteri ini terdapat pada tanah, air, udara dan tumbuhan beberapa contohnya diantaranya Bacillus cereus dan B. subtilis. Tetapi diantara jenis Bacillus, B. anthracis ialah bakteri yang bersifat pathogen. Bakteri ini bersifat aerob dan non-motil merupakan bakteri pertama yang terbukti sebagai agen penyebab penyakit antrax yang mematikan. Antrax memang awalnya menyerang hewan, namun karena sifat sporanya yang tahan pada situasi yang kurang menguntungkan maka apabila daging hewan ternak yang terserang antrax tidak diproses dengan benar maka spora antrax akan tetap ada dan akan hidup pada manusia yang memakannya. Proses infeksinya bisa melalui 3 cara, melalui kulit, pernafasan, dan gastrointestinal. Spora antrax dapat tahan hidup di tanah selama sepuluh tahun, manusia biasanya terinfeksi karena menghirup spora antrax.
Jenis Makanan yang Mudah Ditumbuhi Bacillus anthracis
Makanan yang berasal dari produk hewani terutama daging yang pemasakannya tidak sempurna, dan diduga hewan tersebut telah terkontaminasi spora antrax.
Cara Pencegahan agar tidak Terkontaminasi Bacillus anthracis:
Tentunya yang paling penting adalah segala tindakan pencegahan, seperti menghindari daging hewan tertular dan mungkin juga pencegahan munculnya terorisme. Juga dengan memasak dengan benar daging yang hendak kita konsumsi.
Campylobacter jejuni
Campilobacter-jejuni
Bakteri bersifat obligat mikroaerofilik (optimum pada 5% O2), Gram-negatif, sel-sel berbentuk spiral dan motil. Bersifat oksidase positif, katalase positif, dan nilai pH optimum pertumbuhan bakteri adalah 6,5 – 7,5. Adanya oksigen akan meningkatkan kematian. Menyebabkan aborsi, infertilitas, penyebab enteritis dan bakteremia akut pada manusia. Bakteri mempunyai antigen O yang stabil panas. Terdapat 3 spesies Campylobacter yaitu C. jejuni, C. coli, C. laridis.
Gejala yang ditimbulkan adalah sakit perut, demam (kadang-kadang > 40oC), dan diare, kadang-kadang diikuti muntah-muntah, diare berair, kadang-kadang berdarah. Pada gejala mirip disentri, darah segar, mukus dan leukosit ditemukan pada tinja. Periode inkubasi sekitar 2 – 7 hari dan penyakit biasanya berlangsung pada periode yang sama. Diare umumnya bersifat self-limiting (sembuh tanpa pengobatan). Organisme dikeluarkan dalam feses (tinja) selama beberapa minggu. Kotoran ternak merupakan sumber kontaminasi selama pemerahan. Sumber kontaminasi lain adalah infeksi puting susu oleh 104 C. jejuni/ml susu. Konsumsi unggas yang kurang masak merupakan penyebab keracunan. Karkas daging sapi umumnya lebih sedikit terkontaminasi. Mikroba ini peka terhadap udara, pengeringan dan panas.
C. jejuni peka terhadap panas dengan nilai D dalam susu skim, pada suhu 48oC adalah 7,2 – 12,8 menit, pada suhu 55oC adalah 0,6 – 2,3 menit, tidak tahan terhadap suhu pemasakan atau pasteurisasi. Pemasakan daging giling yang mengandung 106 C. jejuni/g dengan suhu internal 60oC selama 10 menit, bakteri sudah tidak terdeteksi. Nilai D pada suhu 60oC pada daging adalah kurang dari 1. Secara umum, bakteri ini tahan hidup dalam makanan yang disimpan dingin, tetapi sangat rentan terhadap pembekuan. C. jejuni dapat hidup sampai 4 minggu dalam air sungai pada suhu 4oC. Air yang tidak diklorinasi atau air mentah merupakan penyebab kampilobakter enteritis pada manusia. Bakteri bersifat peka terhadap NaCl, dimana 2% NaCl pada suhu 42oC sudah bersifat bakterisidal. C. jejuni umumnya peka terhadap pengeringan dan penyimpanan suhu kamar. Destruksi oleh klorin 38 – 95% sel masih mampu membentuk koloni pada agar darah dan pada pH 6 lebih efektif daripada pH 8. Klorinasi yang tepat pada air minum merupakan CCP (titik kendali kritis) dalam mencegah infeksi oleh Campylobakter asal air. Pasteurisasi ditetapkan sebagai CCP dalam mencegah infeksi pada manusia melalui susu. Pemasakan pada suhu 55-60oC dapat menghancurkan Campylobacter.
Clostridium botulinum
Clostridium-botulinum
Sejak tahun 1793 telah dilaporkan penyebab penyakit dan kematian oleh konsumsi sosis (“botulus”) dan penyakitnya disebut botulisme. Toksinnya bersifat tidak tahan panas (80oC, 10’), tetapi sangat toksik (10-8 g mengakibatkan kematian). Sifat-sifat mikrobanya adalah Gram positif, motil (flagela m) dengan sporaperitrichous), anaerobik obligat, berbentuk batang (2 – 10 berbentuk oval. Botulisme pada manusia disebabkan oleh tipe A, B, E. Pertumbuhan pada pH minimum adalah 4.7, penting untuk industri pengalengan.
Gejala dikelompokkan menjadi botulisme asal makanan (foodborne), botulisme pada bayi dan botulisme yang menimbulkan luka. Gejala botulisme pada makanan dapat muncul beberapa jam atau beberapa hari seperti lemas, fatig, vertigo, pandangan buram, kesulitan berbicara dan menelan akibat sarafnya terserang dan gagal bernapas yang dapat menimbulkan kematian. Pada botulisme tipe E, menimbulkan mual dan muntah-muntah dan mortalitas rendah.
Botulisme pada bayi, menyerang bayi kurang dari 12 bulan akibat menelan spora C. botulinum, bergerminasi, tumbuh dan memproduksi toksin sambil mengkolonisasi alat pencernaan. Madu diduga merupakan sumber spora dan tidak direkomendasikan untuk bayi kurang dari 9-12 bulan. Kasus botulisme bayi disebabkan oleh galur C. barati penghasil BoNT tipe F dan C. butyricum penghasil BoNT tipe E. Jumlah sel C. botulinum dalam tinja dapat meningkat 103 – 108/g sebelum timbul gejala klinis. Mikroflora perut bayi tidak mampu mencegah kolonisasi C. botulinum, bila telah dewasa hal ini jarang terjadi.
Spora dari semua tipe dan toksinnya toleran terhadap pembekuan. Grup I (proteolitik) dan II (non-proteolitik, sakarolitik) paling penting dalam penyimpanan makanan. Grup I mempunyai suhu pertumbuhan optimum antara 35 dan 40oC. Grup II mempunyai suhu optimum pertumbuhan 28-30oC. Pertumbuhan dan produksi toksin dilaporkan dapat berlangsung di bawah suhu penjualan makanan dingin.
Toksin dari semua tipe cepat inaktif pada suhu 75-80oC. Grup I mempunyai ketahanan panas yang tinggi. Oleh karena itu perlu diterapkan botulinum cook atau “proses 12D” untuk makanan kaleng berasam rendah. Spora-spora Grup II dikenal kurang tahan panas dibandingkan galur Grup -I.
Spora-spora dan toksin C. botulinum tahan terhadap radiasi ionisasi. Umumnya Grup I tidak dapat tumbuh bila konsentrasi garam lebih dari 10% (aw 0.9353); sedangkan Grup II tidak tumbuh bila lebih dari 5% (aw 0.9707). Semua galur tumbuh dan memproduksi toksin pada pH 5.2 di bawah kondisi optimum. Grup I tumbuh lambat pada pH serendah 4.6, dikenal sebagai titik batas pemisahan untuk makanan asam atau yang diasamkan, sedangkan pada pH di bawah 4.6 tidak mampu tumbuh. Galur Grup II tidak mampu tumbuh pada pH 5.0 atau di bawahnya.
Kiuring daging dengan penggaraman dapat mengendalikan pertumbuhan C. botulinum. Disarankan untuk mengurangi natrium nitrit yang berfungsi sebagai pembentuk flavor dan warna, serta antimikroba, karena dikhawatirkan membentuk senyawa nitrosamin. Sebagai pengganti dapat digunakan sorbat, polifosfat, antioksidan, nisin, paraben dan natrium laktat. Beberapa bakteri asam laktat yang memproduksi bakteriosin mampu menghambat C. botulinum.
Sumber kontaminasi utama C. botulinum pada makanan adalah tanah terutama sayuran (tanaman akar). Keracunan tipe A (botulisme) terjadi karena konsumsi salad kentang yang sudah dimasak, disimpan beberapa hari pada suhu kamar dengan kondisi anaerobik.
Clostridium perfringens
Clostridium perfringens adalah bakteri Gram positif, batang anaerobik (mikroaerofilik) dan non-motil. Spora diproduksi segera dalam usus, memproduksi kapsul, memfermentasi laktosa, mereduksi nitrat dan mempunyai aktivitas -toksin). Gejalalesitinase (aktivitas penyakit yang timbul meliputi sakit perut, mual dan diare akut, 8-24 jam setelah menelan sejumlah besar organisme. Penyakit berlangsung singkat, sembuh sendiri (self limiting), dan pulih dalam waktu 24-48 jam.
Clostridium-perfringens
C. perfringens dikelompokkan dalam lima tipe (A - E) sesuai dengan eksotoksin yang diproduksi; Tipe A, C dan D bersifat patogen untuk manusia. Tipe A dan C merupakan penyebab diare akut. Galur-galur tipe A menyebabkan gas gangren, radang usus besar, demam daerah perifer (tangan dan kaki) dan peradangan menyeluruh (septikemia).
Enterotoksin dari tipe A dan C diproduksi dalam jumlah yang cukup besar hanya dalam usus. Produksi enterotoksin umumnya diduga dihasilkan dari lisis sel-sel yang bersporulasi dalam usus. Toksin bersifat labil panas, inaktif pada 60oC dengan nilai D90 adalah 4 menit. Suhu optimum C. perfringens 43 – 47oC. Pangan yang diberi garam (kiuring) dapat mencegah spora bergerminasi dan sel-sel vegetatif tidak mampu tumbuh. Nilai pH minimum adalah 5.0; dan pH optimum 6.0 – 7.5, sedangkan aw minimum adalah 0.95 – 0.97. Spora tahan terhadap radiasi gama, nilai D sebesar 1,2 – 3,4 kGy bila diiradiasi dalam air. Irradiasi sebelum pemanasan (0-7kGy) menyebabkan spora lebih peka terhadap pemanasan.
Makanan pembawa adalah daging sapi dan daging ayam masak yang disimpan pada suhu kamar dengan waktu pendinginan yang lama. Spora bertahan hidup pada celah-celah dan lubang pada bagian dalam dan terperangkap dalam kondisi anaerobik di dalam gulungan daging. Spora bergerminasi setelah ada kejutan panas untuk aktivasi. Sayuran dan ikan merupakan makanan pembawa. Makanan lain yang mungkin terkontaminasi adalah unggas, ikan, sayuran, produk susu, makanan kering, sup, gravies, rempah-rempah, gelatin, spageti, pasta, tepung, protein kedele, roti, cake, meat pies serta daging sapi dan unggas masak. Sejumlah besar sel-sel vegetatif harus tertelan agar sel-sel tetap hidup setelah melalui daerah asam dalam perut.
Tindakan pengendalian yang efektif adalah dengan pendinginan relatif cepat melalui kisaran 55 – 15oC dan pemanasan kembali produk pada suhu di atas 70oC segera sebelum konsumsi. Setelah pemanasan, produk harus didinginkan dari 55 sampai 15oC secepat mungkin. Sebagai pedoman, peraturan di Amerika Serikat mensyaratkan suhu internal produk tidak berada diantara 54.4oC dan 26.7oC selama lebih dari 1.5 jam atau antara 26.7 dan 4.4oC selama lebih dari 5 jam. Bila daging dimasak, pendinginan harus dimulai dalam waktu 90 menit pada akhir siklus pemasakan dan produk harus didinginkan dari 48oC sampai 12.7oC dalam waktu kurang dari 6 jam. Pendinginan harus dilanjutkan untuk transportasi sampai mencapai suhu 4.4oC.
Escherichia coli
Bakteri ini secara normal (komensal) terdapat pada saluran usus besar/kecil anak-anak dan orang dewasa sehat dan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g. Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi dalam dua kelompok yaitu nonpatogenik dan patogenik. Ada empat kelompok patogenik penyebab diare yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan E. coli penghasil verotoksin (VTEC). Istilah lain juga digunakan untuk VTEC seperti E. coli penghasil toksin mirip-Shiga (SLTEC) dan E. coli penghasil toksin Shiga (STEC). Istilah enterohemoragik E. coli (EHEC) digunakan untuk galur-galur yang menyebabkan diare berdarah. EHEC mempunyai faktor virulen disamping produksi sitotoksin Vero, yang penting dalam menimbulkan penyakit yang berat pada manusia.
Escherechia coli
Enteropatogenik E. coli bersifat spesifik terhadap inang (host) dan menyebabkan diare tanpa darah. Enterohemoragik E. coli (O157:H7) menyebabkan hemoragik dan diare berdarah, enteroinvasif E.coli (EIEC) menyebabkan diare berdarah dengan gejala mirip disentri (Shigella), sedangkan enterotoksigenik E. coli (ETEC) menyebabkan diare pada bayi (infantile diarrhea) dan diare pada orang yang sedang bepergian dengan gejala mirip kolera.
Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tetapi EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. EPEC umumnya dikaitkan dengan bayi dan anak-anak di bawah usia 3 tahun. Grup EIEC menyebabkan diare yang secara klinis sering menyerupai diare basiler, yang disebabkan oleh Shigella. Awalnya diare bersifat akut dan berair, disertai demam dan kejang perut, berlanjut sampai fase kolon (usus besar) dengan tinja yang berdarah dan mukoid. Tidak semua infeksi EIEC berlanjut sampai fase kolon, sehingga darah tidak selalu terdeteksi dalam tinja. EIEC menyerang mukosa kolon dan berkembang biak di dalam sel, menyebar ke sel-sel yang berdekatan setelah sel-sel yang terinfeksi mengalami lisis.
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi ETEC merupakan diare berair dengan kejang perut, demam, malaise dan muntah. Dalam bentuk yang sangat berat, infeksi oleh galur ETEC dapat menghasilkan gambaran klinis yang menyerupai diare yang disebabkan oleh Vibrio cholerae, yaitu tinja air beras. ETEC merupakan penyebab utama diare pada bayi di negara kurang berkembang dan juga diare pada orang yang sedang mengadakan perjalanan dari daerah beriklim musim dengan standar higiene baik ke daerah-daerah tropis dengan standar higiene yang lebih rendah.
VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare baik berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tetapi paling umum pada anak-anak
E. coli enteroagregatif dikaitkan dengan diare yang terjadi di negara berkembang. Diare berlangsung selama 14 hari dan biasanya berair dengan gejala muntah-muntah, dehidrasi, dan sakit perut. Diare berdarah dan demam timbul pada anak-anak yang terinfeksi oleh EaggEC. Diare yang terkait dengan DAEC dicirikan dengan kotoran yang berair dan mengandung mukus dengan demam dan muntah-muntah.
Sumber EPEC, EIEC, dan ETEC adalah manusia. Kontaminasi makanan berasal dari karyawan pengelola pangan atau dari kontak dengan air yang mengandung buangan manusia. Infeksi orang dewasa sehat memerlukan dosis paling sedikit 108 sel baik melalui pangan atau air yang tercemar. Sumber utama organisme VTEC terdapat pada alat pencernaan dari usus sapi dan hewan lain.
Galur-galur VTEC telah diisolasi dari daging sapi dan olahannya seperti sosis, beefburger dan daging giling, demikian pula pada daging unggas dan hasil laut. Di Amerika Selatan, VTEC O157 ditemukan pada daging sapi, babi, domba dan unggas. dan di Amerika dari daging (patties) hamburger dan daging sapi giling.
Susu tanpa pasteurisasi merupakan pembawa infeksi yang penting. Pada tahun 1994 di Skotlandia terjadi keracunan dari susu yang dipanaskan dari susu lokal. VTEC O157 berasal dari pipa yang membawa susu dari peralatan pasteurisasi dan karet dari mesin pembotolan.
VTEC O157 hidup baik dalam makanan yang dibekukan dan disimpan beku. Dalam daging sapi (beef patties) beku pada suhu -80oC dan penyimpanan pada -20oC, terjadi sedikit perubahan dalam jumlah VTEC O157 setelah 9 bulan, dan 50% diantaranya hidup dalam daging ayam giling beku yang disimpan pada –20OC selama 18 bulan. NaCl dan natrium laktat menurunkan ketahanan hidup VTEC O157 selama pembekuan tetapi tidak menghilangkannya setelah 18 bulan. Kadar NaCl 8% (b/v) atau lebih tinggi menghambat pertumbuhan. Pertumbuhan VTEC O157 dalam makanan pada suhu 120C dan 8oC pada saider apel tetap terjadi sehingga dapat membahayakan konsumen.
VTEC serotipe O22:H8 diidentifikasi di Jerman pada pasien dengan HUS (Hemolytic Uremic Syndrom) dan dalam susu dari rumah pasien dan susu yang dipasok. Letusan gastroenteritis dan diare berdarah di Montana dihubungkan dengan galur E. coli yang memproduksi VT2.
Pada tahun 1994, salami yang dikiuring kering merupakan sumber VTEC O157 dalam suatu letusan di Amerika. Pada saat yang sama, sosis mettwurst yang tercemar dengan VTEC O111 juga menyebabkan letusan di Australia. VTEC bertahan hidup selama fermentasi dan proses pengeringan. Letusan infeksi E. coli diaregenik yang melibatkan keju sebagai pembawa infeksi menunjukkan bahwa galur-galur ini tetap hidup selama fermentasi dan pembuatan keju. Galur-galur E.coli dapat tumbuh di dalam miselia Penicillium camemberti selama pemeraman keju pada suhu 10oC. Hal ini menunjukkan bahwa kontaminasi silang permukaan keju dapat menyebabkan produk membahayakan kesehatan konsumen.
VTEC O157 tidak mempunyai ketahanan panas khusus, nilai D pada 62.8oC adalah 24 detik. Susu yang tercemar setelah pasteurisasi dan mendapat pemanasan ringan dapat mengandung VTEC O157 dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan infeksi. Ketahanan panas ini lebih tinggi dalam daging giling berlemak daripada tanpa lemak. Pada keju cottage, walaupun VTEC O157 tumbuh selama proses pembuatan, bakteri akan mati bila curd dimasak pada suhu 57oC selama 90 menit. Dosis radiasi sebesar 2.5 kGy akan membunuh VTEC O157 sebanyak 108.1 per gram daging sapi giling.
Penghilangan VTEC dengan pemanasan merupakan salah satu titik kendali utama dalam rantai makanan. Untuk menghancurkan VTEC O157 dalam burger daging sapi disarankan untuk memasak dan mempertahankan suhu 70oC selama 2 menit sampai jus tidak keluar dan tidak ada potongan yang berwarna merah muda di dalamnya. Air yang tidak diklorinasi sebaiknya tidak digunakan untuk pembersihan peralatan dan permukaan yang kontak dengan makanan atau untuk pembersihan atau pendinginan unit-unit produksi pangan komersial.
Listeria monocytogenes
listeria monocytogenes
Bakteri ini termasuk kelompok Gram positif, batang pendek, tidak membentuk spora, katalase positif, dan fakultatif anaerobik. Kadang-kadang berbentuk m. Motil pada suhu 25oC, non-motil pada 35oC. Kolonibulat, panjang 10 mempunyai penampakan abu-abu kebiruan. Terdapat 8 spesies, spesies terpenting penyebab infeksi manusia adalah Listeria monocytogenes.
Sepertiga infeksi manusia adalah perinatal, melibatkan wanita hamil, bayi dalam kandungan atau baru lahir. Duapertiga infeksi terjadi pada orang dewasa tidak hamil. Kebanyakan infeksi listeriosis terjadi pada orang yang daya tahannya menurun karena umur, kondisi seperti kanker, transplantasi organ, pemakai kortikosteroid, atau AIDS (acquired immunity deficiency syndrome). Gejala hanya demam ringan tanpa atau dengan gastroenteritis atau gejala mirip-flu, tetapi akibatnya pada janin atau bayi baru lahir dapat fatal. Gejala paling umum adalah septikemia, kadang-kadang disertai meningitis, juga terlihat luka pada kulit. Kebanyakan listeriosis disebabkan karena infeksi melalui makanan; tetapi luka pada kulit dapat sebagai penyebar mikroba.
Batas tumbuh bakteri adalah pada aw 0.92 – 0.93. Tahan hidup 40 hari penyimpanan pada suhu 25oC dalam hasil laut dengan kadar air rendah (2.0 – 2.35%). Kisaran pH pertumbuhan bakteri cukup luas yaitu 9.2 (maks) dan terendah 4.6 – 5.0. Desinfektan yang efektif menghilangkan L. monocytogenes adalah natrium hipoklorit, yodium, peroksida, amonium kuaterner. Dekontaminasi pada sayuran minimum pada konsentrasi klorin 200 ppm.
Bakteri dapat hidup baik beberapa minggu pada suhu –18oC dalam berbagai ragam makanan. Penyimpanan beku (-18 sampai –198oC) selama 1 bulan tidak banyak mematikan bakteri. Pada ikan dan udang yang dikemas vakum dalam es selama 21 hari, jumlah bakteri tidak meningkat dan pada –20oC jumlahnya menurun 10 x dalam 3 bulan. Bakteri dapat bertahan hidup dan tumbuh pada suhu –1 – 50oC. Pemanasan microwave daging ayam sampai 70oC dan pemasakan daging sapi sampai “medium” cukup mematikan L. monocytogenes.
Bakteri tahan terhadap iradiasi gama seperti bakteri Gram positif lain dengan nilai D beragam dari 0.34 – 0.5 kGy dalam broth sampai 0.51 – 1.0 kGy dalam daging cincang. Dosis 3 kGy tidak cukup menghilangkan bakteri dari daging kemas vakum.
Pseudomonas cocovenenans
P. cocovenenans berbentuk lurus atau sedikit melengkung, Gram-negatif, katalase-positif, batang oksidase-negatif, yang bersifat motil dengan menggunakan satu dari beberapa flagela polar. Bakteri ini tumbuh aerobik. Suhu optimum pertumbuhan adalah 30oC dan tidak tumbuh pada suhu 4, 10 atau 45oC. Pada kondisi asam, pertumbuhan tidak berlangsung baik.
P. cocovenenas memproduksi dua senyawa beracun dalam tempe bongkrek yaitu asam bongkrek (tidak berwarna) dan toksoflavin (kuning). Gejala tipikel dari keracunan bongkrek setelah periode 4 – 6 jam adalah sakit perut, keringat berlebihan, lelah dan mual, yang selanjutnya dapat menyebabkan koma yang kadang-kadang mengakibatkan kematian. Beberapa gram tempe bongkrek beracun bahkan setelah dimasak dalam sup atau digoreng dengan minyak, sudah cukup untuk membunuh manusia. Asam bongkrek (asam 3-karboksi-metil-17-metoksi-6, 18, 21-trimetil-dokosa-2, 4, 8, 1-2, 14, 18, 20-heptana dioat sangat tahan panas bila dilarutkan dalam minyak kelapa dan lebih toksik dari toksoflavin. Asam ini dapat mematikan pada dosis 2 mg/100 g berat badan dan dapat mempunyai aktivitas kumulatif.
Salmonella sp.
Salmonela sp
S. typhimurium merupakan serovar utama penyebab penyakit manusia sebelum tahun 1985. Saat ini, dominasinya didekati oleh S. enteritidis yang muncul di banyak negara. Untuk dapat menimbulkan penyakit, diperlukan sejumlah besar (105 sampai 107) Salmonella asal pangan. Akan tetapi, bukti lebih baru menunjukkan bahwa satu sel dapat menjadi dosis infektif manusia. Salmonella sp. merupakan bakteri batang Gram negatif, anaerobik fakultatif, bersifat motil dengan flagela peritrikus kecuali S. pullorum dan S. gallinarum, yang tidak memiliki flagela. Salmonella tumbuh optimum pada suhu 35oC sampai 37oC, memecah berbagai jenis karbohidrat menjadi asam dan gas, dapat menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, memproduksi H2S, dan mendekarboksilasi lisin dan ornitin masing-masing menjadi kadaverin dan putresin. Mikroba ini bersifat oksidase negatif dan katalase positif.
Gejala penyakit yang ditimbulkan oleh salmonelosis manusia adalah demam enterik setelah infeksi oleh galur-galur tifus atau paratifus atau gastroenteritis/kolitis nontifus yang dapat berlanjut menjadi infeksi sistemik yang lebih serius. Manusia terutama peka terhadap infeksi oleh S. typhi dan S. paratyphi A, B, dan C, karena kemampuan galur-galur ini untuk menyerang dan berkembang biak dalam jaringan sel inang. Gejala klinis muncul 7 sampai 28 hari setelah pemaparan. Gejala klinis dapat berupa diare berair, atau jarang, sembelit (konstipasi), demam, sakit perut, pusing, mual, lesu, dan bercak-bercak merah di pundak, toraks, atau perut. Komplikasi demam enterik meliputi pendarahan usus atau perforasi usus. Gejala salmonelosis nontifus adalah mual, kejang perut, diare dengan air dan darah, demam singkat (< 48 jam), dan muntah yang muncul 8 sampai 72 jam setelah terpapar oleh bakteri. Makanan yang terkait dengan salmonelosis adalah telur, daging ayam, ikan, susu, daging sapi, susu bubuk tanpa lemak (S. New-brunswiek), es krim, kelapa kering, air terkontaminasi, salad kentang dan permen cokelat.
Susu mentah merupakan sumber Salmonella yang utama dalam industri pengolahan susu. Penyimpanan dingin susu mentah yang terlalu lama di peternakan atau di silo industri juga akan mendukung perkembang biakan Salmonella psikrotrofik. S. typhimurium tumbuh lambat pada suhu 8 dan 12oC. Salmonella dapat berkembang biak pada permukaan buah seperti tomat dan melon serta pada sayuran segar yang secara manual atau mekanis dibasahi selama penjualan pada suhu kamar. Produk segar yang akan dikonsumsi mentah harus selalu dibilas dengan baik menggunakan air minum.
Potensi bertahan hidupnya Salmonella di bawah kondisi lingkungan ekstrim merupakan perhatian utama dalam kesehatan masyarakat. Salmonella dapat tetap hidup dalam es krim dan siput mentah yang disimpan selama bertahun-tahun pada -20 oC atau lebih rendah. Salmonella dapat bertahan hidup pada lingkungan pH rendah seperti pada pangan yang diasamkan secara alami, ditambahkan asam, dan difermentasi. Beberapa galur Salmonella dapat inaktif dalam beberapa jam dalam pikel pH 2.8, tetapi tetap hidup dalam saus berpH 3.6.
Perlakuan kimia seperti peroksida, beta-propiolakton, etilen dan propilen oksida, dapat mengendalikan salmonelosis, tetapi penggunaan bahan-bahan ini dapat menginduksi terjadinya penyimpangan citarasa (off-flavor). Bahan kimia lain yang dapat digunakan adalah senyawa amonium kuaterner, asam sorbat, natrium nitrit, antibiotika dan klorin. Pada ayam, penyemprotan dilakukan dengan klorin 200 ppm.
Salmonella cukup peka terhadap iradiasi, pada dosis 0.36 – 0.54 Mrad dapat mereduksi sebanyak 107 dari 18 galur Salmonella dalam telur beku (utuh). Tetapi iradiasi tidak efektif dalam menghancurkan toksin bakteri yang sudah terbentuk lebih dahulu.
Panas paling efektif dan paling banyak digunakan untuk mereduksi Salmonella aplikasinya pada suhu 70 – 75oC selama 3 – 7 menit, atau 66oC , 12 menit, atau 60oC selama 78 – 83 menit.
Shigella sp.
Shigella sp
Shigella merupakan penyebab disentri basiler yang ditemukan oleh ahli mikrobiologi Jepang Kiyoshi Shiga pada tahun 1898. Terdapat 4 spesies yaitu Sh. dysenteriae yang umum terjadi di negara tropis (berat), Sh. flexneri, Sh. boydii (sedang) dan Sh. sonnei (ringan). Shigella termasuk anggota famili Enterobacteriaceae. Bakteri bersifat nonmotil, tidak membentuk spora, berbentuk batang Gram negatif, katalase positif, oksidase negatif, dan fakultatif anaerob. Produksi asam tanpa gas dari glukosa, bersifat mesofil dengan suhu pertumbuhan antara 10 – 45oC, pH optimum 6 – 8 dan peka terhadap panas.
Shigella menyebabkan disentri basiler pada manusia dan primata. Dosis infeksi rendah, sekitar 10-100 organisme. Periode inkubasi beragam dari 7 jam sampai 7 hari walaupun KLB asal pangan umumnya dicirikan dengan periode inkubasi yang lebih singkat sampai 36 jam. Gejala yang timbul meliputi sakit perut, muntah, demam, diare berdarah, yang menyertai diare yang dapat berkisar dari gejala disentri klasik tinja berdarah, dalam kasus Sh. dysenteriae, Sh. flexneri, Sh. boydii sampai diare berair dengan Sh. sonnei. Penyakit berlangsung selama 3 hari sampai 14 hari dalam sebagian kasus dan tahap kerier (pembawa penyakit) dapat berlangsung selama beberapa bulan. Bentuk penyakit yang lebih ringan bersifat sembuh sendiri dan tidak memerlukan pengobatan, tetapi infeksi Sh. dysenteriae sering memerlukan penggantian cairan dan elektrolit serta terapi antibiotik.
Kasus shigelosis asal pangan dikenal tidak umum, dengan kisaran inang yang lebih terbatas, sehingga masalah penyakit asal pangan relatif kurang nyata dibanding salmonelosis. Dalam kasus asal pangan umumnya melibatkan kerier manusia yang mempersiapkan makanan.
Staphylococcus aureus
Staphilococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram-positif, berbentuk kokus (diameter 1 mikron), bersifat katalase positif dan anaerob fakultatif. Bakteri ini termasuk mesofil dengan suhu pertumbuhan berkisar antara 7- 48oC, dan suhu optimum 35 – 40oC. Nilai ketahanan panasnya adalah D62 20-65 detik dan D72 4.1 detik dalam susu. Nilai pH optimum adalah 6 – 7, pH minimum 4.0, dan pH maksimum 9.8 – 10. Bakteri ini memproduksi enterotoksin, serta toleran terhadap garam dan aw rendah. Dapat tumbuh baik pada 5 – 7% NaCl dan ada yang mampu tumbuh sampai 20% NaCl. Dapat tumbuh pada aw 0.83 dan pH 20 jam) dan tumbuh lambat. S. aureus segera terbunuh oleh iradiasi. Enterotoksin sangat tahan terhadap iradiasi gama dan tidak akan hancur oleh dosis yang umumnya diterapkan pada makanan. Bakteri ini tahan garam dan tumbuh pada aktivitas air serendah 0.85 (kadar garam 25% w/w).
Vibrio
Vibrio cholerae
Vibrio adalah bakteri Gram-negatif pleomorfik (bentuk kurva atau lurus), batang pendek, motil dengan flagela polar. Sel-sel bersifat katalase dan oksidase-positif, serta anaerobik fakultatif. Natrium klorida merangsang pertumbuhan semua jenis Vibrio dan merupakan persyaratan obligat untuk sebagian jenis. Kadar optimum untuk pertumbuhan spesies yang penting secara klinis adalah 1– 3%. V. parahaemolyticus tumbuh optimum pada NaCl 3 % dan akan tumbuh pada konsentrasi antara 0.5 dan 8%. Minimum aw untuk pertumbuhan V. parahaemolyticus beragam antara 0.93 – 0.987 tergantung dari padatan yang digunakan.
Pertumbuhan Vibrio enteropatogenik berlangsung optimum pada suhu 37oC dengan kisaran tumbuh antara suhu 5 – 43oC. Bila kondisi mendukung, vibrio dapat tumbuh ekstrim cepat; waktu generasi serendah 11 menit dan 9 menit telah dicatat masing-masing untuk V. parahaemolyticus dan vibrio laut non-patogenik V. natrigens. V. parahaemolyticus umumnya kurang tahan pada suhu ekstrim daripada V. cholerae. Jumlahnya turun perlahan pada suhu dingin di bawah suhu pertumbuhan minimum di bawah kondisi beku sebesar 2–log setelah 8 hari pada suhu –18oC. V. parahaemolyticus akan tumbuh paling baik pada pH sedikit di atas netral (7.5 – 8.5). Vibrio umumnya peka terhadap asam walaupun pertumbuhan V. parahaemolyticus teramati pada pH 4.5 – 5.0.
Penyebab kolera adalah V. cholerae biotipe klasik yang menjadi penyebab KLB kolera sejak tahun 1961. Pandemik dimulai di Sulawesi di Indonesia pada tahun 1961, mencapai Afrika tahun 1970 dan Amerika tahun 1991. Kolera umumnya mempunyai masa inkubasi antara satu dan tiga hari, dan dapat beragam dari diare ringan, sembuh-sendiri sampai gangguan yang parah dan mengancam kehidupan. Dosis infektif pada orang sehat normal cukup tinggi, bila organisme tertelan tanpa makanan, sebanyak 1010 sel. Studi di Bangladesh menunjukkan jumlah 103 – 104 sel sebagai dosis infektif. Kolera adalah infeksi non-invasif dimana organisme mengkolonisasi lumen usus dan menghasilkan enterotoksin (toksin kolera) yang kuat. Pada kasus yang parah, hipersekresi natrium, kalium, klorida dan bikarbonat yang diinduksi oleh enterotoksin menghasilkan diare pucat, berair, mengandung serpihan mukus, dan disebut diare air beras. Diare dapat mencapai 201 hari dan mengandung sebayak 103 vibrio per ml, disertai muntah, tetapi tanpa mual atau demam. Bila hilangnya cairan dan elektrolit tidak diganti maka tekanan dan volume darah dapat turun, viskositas darah naik, gagal ginjal dan sirkulasi terhenti. Pada kasus fatal kematian terjadi dalam beberapa hari.
Kolera terutama dikenal sebagai infeksi yang berasal dari air (waterborne infection), walaupun makanan yang kontak dengan air tercemar sering bertindak sebagai pembawa. Keracunan pangan oleh V. parahaemolyticus terkait dengan ikan dan kerang. Jepang merupakan penyebab umum keracunan pangan. Hal ini terkait dengan kebiasaan kuliner mengkonsumsi ikan mentah atau setengah masak, walaupun penyakit juga dapat dihasilkan karena kontaminasi-silang produk masak di dapur.
Masa inkubasi yang dilaporkan untuk keracunan pangan V. parahaemolyticus beragam dari 2 jam sampai 4 hari, walaupun umumnya 9 – 25 jam. Penyakit berlangsung sampai 8 hari dan dicirikan oleh diare berair, sakit perut, muntah dan demam. V. parahaemolyticus lebih enteroinvasif daripada V. cholerae, dan mampu menembus epitelium usus. Gejala disentri juga dilaporkan dari sejumlah negara termasuk Jepang.
V. vulnificus merupakan organisme yang sangat invasif yang menyebabkan septikemia primer dengan laju kematian tinggi mendekati 50%. Sebagian besar kasus terjadi pada orang yang menderita penyakit hati (lever), diabet atau kecanduan alkohol. Orang sehat jarang dipengaruhi, dan bila ada, umumnya terkena gastroenteritis. Dalam kasus asal pangan, gejala malaise diikuti demam, dingin dan lesu muncul 16-48 jam setelah konsumsi makanan yang tercemar, biasanya hasil laut, terutama kerang. Tidak seperti infeksi Vibrio lainnya, infeksi V. vulnificus memerlukan perlakuan antibiotik seperti tetrasiklin
Yersinia enterocolitica
Yersinia enterocolitica
Yersinia enterocolitica termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Spesies patogen terhadap manusia dan hewan adalah Y. pestis; Y. pseudotuberculosis; Y. enterocolitica. Bakteri bersifat Gram negatif, fakultatif anaerobik, bentuk m) dalam kultur muda (25oC) memproduksi sel-selbatang (1 – 3,5 x 0.5 – 1.3 oval atau kokoid (coccoid). Suhu optimum pertumbuhan bakteri adalah 32 - 34oC, pada suhu 37oC memerlukan nutrisi, 3 dari 4 jenis asam amino berikut yaitu asam glutamat, thiamin, sistin, dan pantotenat. Pertumbuhan lebih baik bila ditambah asam amino bersulfur (metionin atau sistein), dan ditambah thiamin. Bakteri toleran terhadap pH tinggi, garam-garam empedu, dan surfaktan. Tahan pembekuan (dalam makanan beku), -16 sampai –17oC. Mati dengan pasteurisasi, nilai D pada suhu 62,8oC adalah 0.24 – 0.96 menit.
Bakteri ini bisa menyebabkan penyakit yersiniosis yaitu infeksi gastrointestinal dengan gangguan-gangguan seperti enteritis, dan ileitis terminal, serta dikenal sebagai penyakit “usus buntu semu” (pseudoappendicitis), limfadenitis mesenterik. Gejala-gejala penyakit meliputi demam, sakit perut, diare, mual, muntah yang akan pulih dengan sendirinya.Kebanyakan yersiniosis pada manusia melibatkan 4 serotipe yaitu O:3; O:5,27; O:8; dan O:9. Virulensi dikaitkan dengan adanya plasmid. Adhesi dan invasi tidak tergantung pada adanya plasmid, tetapi kemampuan untuk tetap hidup dan berkembang biak tergantung plasmid.
Y. pseudotuberculosis menyebabkan tuberkulosis semu (pseudotuberculosis) dan limfadenitis mesenterik pada pasien yang didiagnosa sebagai radang usus buntu. Sifat serologis bakteri mempunyai antigen somatik O yang tahan panas. Dikelompokkan menjadi Grup I (manusia dan hewan) sampai grup VI. Gejala penyakit mirip tifus, pada penderita hepatik dapat berakibat fatal. Gejala meliputi demam, sakit perut, anoreksia, mual, muntah, jarang diare.
Pada susu pasteurisasi bila terjadi kontaminasi pasca pasteurisasi, kultur dapat tetap hidup paling sedikit 20 hari pada bagian luar karton susu pada suhu 4oC. Bakteri umumnya hancur selama proses pemanasan makanan. Bakteri peka terhadap iradiasi, toleransi terhadap garam sedang