Jumat, 28 Mei 2010

Pestisida yang Ramah Lingkungan

Saat menyebutkan tanaman rosemary, thyme, cengkeh dan daun mint dan kebanyakan orang berpikir tentang makanan yang lezat. Berpikir lebih luas…berhektar – hektar luasnya. Bumbu – bumbu yang terkenal tersebut sekarang menjadi kunci ampuh dalam organik agrikultur melawan hama penyakit sebagaimana industri mencoba untuk memuaskan permintaan untuk buah – buahan dan sayuran diantara tumbuhnya porsi para consumer akan makanan yang diproduksi dengan cara yang lebih alamiah.

Dalam sebuah studi yang dipresentasikan dalam Pertemuan Nasional American Chemical Society’s ke – 238, para ilmuwan di Kanada melaporkan penelitian baru yang menggembirakan pada apa yang disebut “essential oil pesticides” atau “killer spices.” Zat – zat tersebut mewakili suatu golongan baru yang relative dari insektisida alamiah yang menunjukkan janji sebagai sebuah alternative yang ramah lingkungan terhadap pestisida konvensional sementara juga memberikan resiko yang sedikit terhadap kesehatan manusia dan hewan, kata para peneliti.

“Kita sedang mengeksplorasi kegunaan potensial pestisida alamiah berdasarkan tanaman minyak esensial yang umumnya digunakan di makanan dan minuman sebagai bumbu penyedap,” jelas presenter studi yaitu Murray Isman, Ph.D., dari Universitas British Columbia. Pestisida baru tersebut umumnya suatu campuran sejumlah kecil dari dua sampai empat bumbu – bumbu yang berbeda terlarut dalam air. Beberapa akan manjur sekali membunuh hama sementara yang lainnya mengusir mereka.

Selama beberapa dekade, Isman dan koleganya menguji beberapa tanaman minyak esensial dan menemukan bahwa mereka mempunyai jangkauan luas dari aktifitas insektisidal melawan hama penyakit agrikultur. Beberapa produk komersil yang berbasis bumbu – bumbusekarang sedang digunakan oleh para petani yang telah menunjukkan kesuksesan dalam melindungi tumbuhan strawberry, bayam, dan tumbuhan tomat organic melawan kumbang pengrusak dan mites, kata para peneliti.

“Produk tersebut memperluas terbatasnya gudang senjata zat penumbuh organik untuk bertarung melawan hama penyakit,” jelas Isman. “Mereka hanya sebagian kecil di pasar insektisida, tetapi mereka berkembang dan mendapatkan momentum.”

Beberapa pestisida alamiah memiliki beberapa keuntungan. Tidak seperti pestisida alamiah, “killer spices” tersebut tidak membutuhkan persetujuan pengatur ekstensif dan telah siap tersedia. Keuntungan tambahannya adalah bahwa serangga kelihatannya berkurang untuk meningkatkan resistansinya, kemampuan untuk mengindahkan toksin yang efektif, kata Isman. Mereka juga lebih aman bagi para pekerja lapanagan, yang beresiko tinggi terhadap terekspos pestisida, jelas dia.

Namun pestisida baru juga mempunyai kekurangan. Karena tanaman minyak yang esensial cenderung cepat menguap dan terdegradasi sangat cepat pada cahaya matahari, para petani perlu untuk menerapkan pestisida berbasis bumbuterhadap tanaman pangannya lebih sering ketimbang pestisida konvensional. Beberapa tersisa hanya beberapa jam, dibandingkan dengan yang berhari – hari atau bahkan berbulan –bulan bagi pestisida konvensional. Sebagaimana pestisida alamiah tersebut kurang manjur dari pada pestisida konvensional, mereka juga harus diaplikasikan pada konsentrasi yang tinggi untuk memperoleh tingkat yang dapat diterima dalam mengontrol hama penyakit, kata Isman. Para peneliti sekarang mencari tahu cara membuat pestisida alamiah tahan lebih lama dan lebih manjur, jelas dia.

“Mereka tidak manjur untuk mengontrol hama penaykit,” ingat Isman. Pestisida konvensional masih merupakan cara yang paling efektif untuk mengontrol ulat bulu, belalang, kumbang dan serangga besar lainnya pada tanaman pangan komersil, kata dia. “Namun pada suatu saat nanti, akan ada sesuatu yang bagus bagi lingkungan dan kesehatan manusia.”

“Killer spices” tidak hanya membatasi pada penggunaan agrikultur. Beberapa menunjukkan janji sebagai toksin yang ramah lingkungan dan mengusir nyamuk, lalat, dan kecoa. Tidak seperti semprotan serangga yang konvensional, yang mempunyai bau yang menyengat, pestisida alamiah tersebut cenderung mempunyai aroma yang enak dan pedas. Banyak berisi minyak yang sama dimana digunakan pada produk aromaterapi, termasuk kayu manis dan peppermint, jelas Isman.

Para pabrikan telah sudah mengembangkan produk berbasis bumbu yang dapat mengusir kutu dan tinggi di anjing atau kucing tanpa membahayakan hewan tersebut. Para peneliti sekarang sedang mengeksplorasi penggunaan lain produk berbasis bumbu untuk penggunaan pada buah – buahan dan sayuran untuk menghancurkan mikroba, seperti E. coil dan Salmonella, yang menyebabkan keracunan makanan.

Para ilmuwan lainnya sekarang ini mengeksplorasi lavender, kemangi, bergamot, minyak nilam dan setidaknya lusinan minyak – minyak lainnya dari sumber – sumber tanaman eksotis di Cina yang potensial melawan serangga. Temuan dari studi disediakan oleh EcoSMART, sebuah perusahaan pestisida botanis bermarkas di
Alpharetta, Ga.

Ditulis oleh Awan Ukaya pada 07-02-2010

Sabtu, 22 Mei 2010

Pendeteksian produk susu: memantau melamin dalam susu

Dua kelompok ahli spektroskopi massa terkemuka telah menerapkan keahlian mereka untuk memperbaiki pendeteksian melamin dalam susu.

Mereka merespon terhadap tuntutan akan teknik pendeteksian melamin yang sederhana, cepat dan murah setelah bahan kimia industri ini ditemukan terdapat dalam produk susu di Cina pada bulan September 2008. Bubuk susu yang tercemar disalahkan atas kematian empat bayi, sebagai penyebab penyakit yang mengenai puluhan ribu bayi.

Melamin, yang umum digunakan sebagai pencegah kebakaran material dan sebagai resin plastik, ditambahkan ke dalam susu selama pengolahan untuk meningkatkan kandungan proteinnya yang dinilai berdasarkan analisis kandungan nitrogen total.

Kedua teknik baru ini sama-sama memiliki kelebihan yakni sangat spesifik, akurat, sederhana dan cepat. Keduanya menggunakan ionisasi lingkungan − sampel-sampel diionisasi dalam lingkungan aslinya. Ini berarti teknik-teknik ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi alat pendeteksian yang mudah dibawa-bawa untuk digunakan dalam kontrol kualitas produk. Teknik kedua kelompok ini berbeda rincian ionisasi sampelnya.

Renato Zenobi, ETH Zurich, Switzerland, dan rekan-rekannya menggunakan ultrasound untuk merubah sampel susu cair yang dibubuhi melamin menjadi percikan halus (nebulise). Percikan ini kemudian diionisaisi dengan teknik EESI (ionisasi elektrospray ekstraktif) dan dianalisis dengan menggunakan spektrometri massa tandem. Metode ini memerlukan waktu 30 detik per sampel untuk pemrosesan sampel yang maksimal. Batas deteksi melamin terendah berada dalam rentang beberapa nanogram melamin per gram susu.

Zenobi berkomentar tentang teknik ini dengan mengatakan “nebulisator untuk penyaluran sampel EESI sangat sederhana dan cepat, disamping mempertahankan sensitifitas yang tinggi.”

Graham Cooks, Universitas Purdue, West Lafayette, US, dan rekan-rekannya menggunakan probe plasma suhu rendah untuk mengionisasi sampel dan, dengan menggunakan tipe spektrometri yang sama, mencapai kecepatan dan batas deteksi yang sebanding. Batas deteksi yang ditemukan oleh kedua kelompok ini berada di bawah batas minimum toksisitas melamin bagi manusia.

Cook mengatakan bahwa teknik yang ada sekarang untuk penentuan melamin cukup kompleks, “media banyak membahas skandal penyembunyian melamin dan melaporkan metodologi spektrometri massa-kromatografi cair triple quadropole untuk pendeteksiannya. Kami tertantang untuk menggunakan instrumentasi yang lebih sederhana dan membuat sebuah metode yang lebih cepat berdasarkan pada ionisasi lingkungan.”

David Muddiman, profesor spektrometri massa di North Carolina State University, Raleigh, US, menyebut teknik-teknik ini sebagai “contoh yang mengagumkan dari bagaimana metode-metode ionisasi analisis langsung yang inovatif, ketika dikombinasikan dengan spektrometri massa, memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah kontemporer yang dihadapi dunia. Teknik-teknik ini telah mengatasi semua kendala-kendala utama sehingga memungkinkan spektrometri massa tidak hanya dapat berkompetisi, tetapi menjadi metode utama dalam tipe-tipe analisis ini.”

Ditulis oleh Soetrisno pada 19-12-2008 pada http://www.chem-is-try.org
Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

Validasi Metode Analisis

validasi-analisisValidasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi biasanya diperuntukkan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi.

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

1. Accuracy (Kecermatan)

Accuracy adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method).

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi.

Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).

Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar, dll.

Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%.

2. Precision (keseksamaan)

Precision adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.

Presicion diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Precision dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau reproducibility (ketertiruan).

Repeatability adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh
analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.

Reproducibility adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama. Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda.

Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.

Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%.

Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan
ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini.

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.

Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.

Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.

Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.

Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya.

Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko.

Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur

5. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quatification)

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan

Q = (k x Sb)/Sl

Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)

Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x.)

a. Batas deteksi (LoD)
Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:

LoD = (3 Sy/x)/ Sl

b. Batas kuantitasi (LoQ)
Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:

LoQ = (10 Sy/x)/Sl

Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui penentuan rasio S/N (signal to noise ratio). Nilai simpangan baku blanko ditentukan dengan cara menghitung tinggi derau pada pengukuran blanko sebanyak 20 kali pada titik analit memberikan respon. Simpangan baku blanko juga dihitung dari tinggi derau puncak ke puncak, jika diambil dari tinggi puncak derau atas dan bawah (Np-p) maka s0 = Np-p/5 sedangkan kalau dari puncak derau bawah saja (puncak negatif) maka s0 = Np/2, selanjutnya perhitungan seperti tersebut di atas.

6. Ketangguhan metode (ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.

Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama.

Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan metode. Perhitungannya dilakukan secara statistik menggunakan ANOVA pada kajian kolaboratif yang disusun oleh Youden dan Stainer.

7. Kekuatan (Robustness)

Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2 – 3° C).

Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium. Identifikasi sekurang-kurangnya 3 faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti atau diubah. Faktor risinal ini dapat diidentifikasi sebagai A, B, dan C. Perubahan nilai faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan a, b, dan c. Lakukan analisis pada kondisi yang telah disebutkan pada pemeriksaan ketangguhan.

Nilai Penetapan faktor eksperimental
#1 #2 #3 #4
A atau a A A a a
B atau b B b B b
C atau c C c c C

Untuk menentukan efek perubahan A, banding rata-rata hasil (#1 + #2)/2 dengan (#3 + 4)/2, Untuk efek perubahan B, bandingkan (#1 + #3)/2 dengan (#2 +#4)/2 dan seterusnya.

Ditulis oleh Wahyu Riyadi pada 24-03-2009 http://www.chem-is-try.org/

Minum Kopi Saat Istirahat, Dorong Pekerja Lebih Produktif

Gizi.net - Jangan pernah anggap sepele menikmati secangkir kopi atau teh sembari berbincang bersama rekan kantor saat menghadapi rutinitas bekerja. Hasil studi menunjukkan, pekerja yang menyempatkan diri menikmati jeda istirahat dengan berbincang atau sekedar menikmati secangkir kopi akan menjadi lebih produktif dari sebelumnya.

Tim riset dari London School of Hygiene and Tropical Medicine mengungkap kafein pada kopi membantu pekerja meningkatkan daya ingat dan konsentrasi mereka. Kesalahan yang semula banyak dilakukan berangsur mulai mengalami perbaikan. Sementara bagi pekerja shift malam memberikan efek berupa daya tahan tubuh dari kantuk.

Peneliti juga mengungkap menikmati kopi bisa meminimalisir risiko kecelakaan terutama pada pekerja shift malam seperti dokter jaga dan jenis pekerjaan lain.

Sebelumnya, peneliti menganalisa hasil 13 riset yang berasal dari berbagai negara yang fokus pada riset tentang pekerja shif dan pengaruhnya terhadap situasi dan kondisi. Setiap partisipan diharuskan menjalani tes yang menguji daya ingat, konsentrasi, penggunaan kata dan alasan mengapa membuat dua kesalahan.

Setelah diberikan tes, peneliti memberikan partisipan kafein dan sejenis obat untuk membandingkan efeknya. Tes-tes tersebut diulangi ketika partisipan meyalakan lampu dan tertidur.

Hasilnya, khusus kelompok yang diberikan kafein memiliki pengaruh positif pada daya ingat, alasan dan konsentrasi ketimbang kelompok yang diberikan obat-obatan. Menurut analisa peneliti, efek yang kurang baik justru dikarena seseorang mengkonsumsi minuman berenergi, pil anti kantuk atau mengkonsumsi makanan yang mengandung kafein tinggi.

Katharine Ker, Pemimpin riset dari the London School of Tropical Medicine in London menjelaskan hasil riset mengungkapkan tidak ada intervensi langsung dari kafein guna menurunkan jumlah kesalahan dan meningkatkan produktivitas pekerja.

"Tampaknya masuk akal untuk mengasumsikan kesalahan berkaitan dengan cedera, walaupun kita tidak dapat mengukur kuantitas pengurangan resiko," tegasnya seperti dikutip dari Telegraph.

Sumber: http://www.republika.co.id

Selasa, 18 Mei 2010

VIRUS

Artikel ini membahas virus sebagai partikel biologis; untuk istilah serupa dalam komputer lihat Virus komputer
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan mengendalikan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.

Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influensa dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV).

Virus merupakan organisme subselular yang karena ukurannya sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Ukurannya lebih kecil daripada bakteri. Karena itu pula, virus tidak dapat disaring dengan penyaring bakteri.

Perbedaan virus dengan sel hidup

Sel hidup: 1. memiliki 2 tipe asam nukleat sekaligus 2. dapat mereproduksi semua bagian selnya 3. memiliki system metabolisme

Virus : 1. hanya memiliki 1 tipe asam nukleat 2. tidak dapat mereproduksi semua bag. Selnya, virus hanya mereproduksi materi genetik dan selubung proteinnya. 3. tidak memiliki system metabolisme , oleh karena itu virus tidak dapat tumbuh dan bereproduksi tanpa adanya sel inang.


Partikel virus mengandung DNA atau RNA yang dapat berbentuk untai tunggal atau ganda. Bahan genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal. Bahan genetik tersebut diselubungi lapisan protein yang disebut kapsid. Kapsid bisa berbentuk bulat (sferik) atau heliks dan terdiri atas protein yang disandikan oleh genom virus.


Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. Pada virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut. Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.

Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks. Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral. Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam penginfeksian sel.

Partikel lengkap virus disebut virion. Virion berfungsi sebagai alat transportasi gen, sedangkan komponen selubung dan kapsid bertanggung jawab dalam mekanisme penginfeksian sel inang.

Reproduksi virus

Reproduksi virus secera general terbagi menjadi 2 yaitu litik dan lisogenik proses-proses pada siklus litik: pertama, virus akan mengdakan adsorpsi atau attachment yang ditandai dengan menmpelnya virus pada dinding sel,kemudian pada virus tertentu (bakteriofage), melakukan penetrasi yaitu dengan cara melubangi membran sel dengan menggunakan enzim, setelah itu virus akan memulai mereplikasi materi genetik dan selubung protein, kemudian virus akan memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami lisis

Proses-proses pada siklus lisogenik: Reduksi dari siklus litik ke profage( dimana materi genetiak virus dan sel inang bergabung), bakteri mengalami pembelan binner, dan profage keluar dari kromosom bakteri.

siklus litik: • Waktu relatif singkat • Menonaktifkan bakteri • Berproduksi dengna bebas tanpa terikat pada kromosom bakteri

siklus lisogenik • Waktu relatif lama • Mengkominasi materi genetic bakteri dengn virus • Terikat pada kromosom bakteri

Isolasi, kultivasi dan Identifikasi Virus

Bakteriophage yang merupakan virus penginfeksi bakteri dapat ditumbuhkan baik paada suspensi bakteri pada media cair ataupun media padat.

Penyakit manusia akibat virus

Contoh paling umum dari penyakit yang disebabkan oleh virus adalah pilek (yang bisa saja disebabkan oleh satu atau beberapa virus sekaligus), cacar, AIDS (yang disebabkan virus HIV), dan demam herpes (yang disebabkan virus herpes simpleks). Kanker leher rahim juga diduga disebabkan sebagian oleh papilomavirus (yang menyebabkan papiloma, atau kutil), yang memperlihatkan contoh kasus pada manusia yang memperlihatkan hubungan antara kanker dan agen-agen infektan. Juga ada beberapa kontroversi mengenai apakah virus borna, yang sebelumnya diduga sebagai penyebab penyakit saraf pada kuda, juga bertanggung jawab kepada penyakit psikiatris pada manusia.

Potensi virus untuk menyebabkan wabah pada manusia menimbulkan kekhawatiran penggunaan virus sebagai senjata biologis. Kecurigaan meningkat seiring dengan ditemukannya cara penciptaan varian virus baru di laboratorium.

Kekhawatiran juga terjadi terhadap penyebaran kembali virus sejenis cacar, yang telah menyebabkan wabah terbesar dalam sejarah manusia, dan mampu menyebabkan kepunahan suatu bangsa. Beberapa suku bangsa Indian telah punah akibat wabah, terutama penyakit cacar, yang dibawa oleh kolonis Eropa. Meskipun sebenarnya diragukan dalam jumlah pastinya, diyakini kematian telah terjadi dalam jumlah besar. Penyakit ini secara tidak langsung telah membantu dominasi bangsa Eropa di dunia baru Amerika.

Salah satu virus yang dianggap paling berbahaya adalah filovirus. Grup Filovirus terdiri atas Marburg, pertama kali ditemukan tahun 1967 di Marburg, Jerman, dan ebola. Filovirus adalah virus berbentuk panjang seperti cacing, yang dalam jumlah besar tampak seperti sepiring mi. Pada April 2005, virus Marburg menarik perhatian pers dengan terjadinya penyebaran di Angola. Sejak Oktober 2004 hingga 2005, kejadian ini menjadi epidemi terburuk di dalam kehidupan manusia.

Diagnosis di laboratorium

Deteksi, isolasi, hingga analisis suatu virus biasanya melewati proses yang sulit dan mahal. Karena itu, penelitian penyakit akibat virus membutuhkan fasilitas besar dan mahal, termasuk juga peralatan yang mahal dan tenaga ahli dari berbagai bidang, misalnya teknisi, ahli biologi molekular, dan ahli virus. Biasanya proses ini dilakukan oleh lembaga kenegaraan atau dilakukan secara kerjasama dengan bangsa lain melalui lembaga dunia seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pencegahan dan pengobatan

Karena biasanya memanipulasi mekanisme sel induknya untuk bereproduksi, virus sangat sulit untuk dibunuh. Metode pengobatan sejauh ini yang dianggap paling efektif adalah vaksinasi, untuk merangsang kekebalan alami tubuh terhadap proses infeksi, dan obat-obatan yang mengatasi gejala akibat infeksi virus.

Penyembuhan penyakit akibat infeksi virus biasanya disalah-antisipasikan dengan penggunaan antibiotik, yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan virus. Efek samping penggunaan antibiotik adalah resistansi bakteri terhadap antibiotik. Karena itulah diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah suatu penyakit disebabkan oleh bakteri atau virus.

Sejarah

Virus dari bahasa latin berarti racun,

1883, Adolf Meyer (jerman) meneliti tumbuhan tembakau yang terdapat bercak-bercak bewarna kuning dan hijau tua pada daunnya. Kesimpulan : bakteri jenis baru

1892, Dimitri Ivanowsky (rusia) , dengan kesimpulan : bakteri pathogen

1893, Marthinus Beijerinck (belanda), kesimpulan :cairan hidup yang menular.

1935, Wendell Meredith Stanley (US), Kesimpulan :TMV (tobacco mosaic virus)

1939, TMV pertama kali divisualisasikan melalui mikroskop elektron